HARGA NISAN BONGPAY CHINA GRANIT TERJANGKAU DENGAN KUALITAS TERBAIK
Dan yang perlu diingat, tahun 2010 akhir ketika gue udah tahun-tahun terakhir kuliah di UNPAD, teknologi atau internet belum sebagus sekarang. Jadinya gue dan para pemburu beasiswa lainnya kudu cari informasi dengan serba manual. Itu juga yang membuat semuanya jadi serba yang-penting-apply-dulu-deh. Coba-coba tanpa bener-bener berpikir tempat yang kita apply itu negara yang begini-begini. Nah, karena kita tahu gimana susahnya apply beasiswa di jaman ketika internet masih lemot dan kuota masih sangat terbatas itu, jadi pemikiran untuk mempertimbangkan negara tujuan itu sudah tidak ada. Langsung ambil aja beasiswa yang dapat yang mana. Pada waktu itu kebetulan beasiswa CGS (Chinese Government Scholarship) itu yang paling awal kasih pengumuman. Jadi antum nggak punya gambaran Cina itu negara yang gimana ya? Kalau itu sama aja sih dengan teman-teman yang lain. Jadi ketika memutuskan untuk studi ke Zhongguo (Cina) itu, ya banyak mitos-mitos dan desas-desus yang ternyata juga tidak bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya. Banyak lah. Mulai dari Cina itu jorok.
Nisan Bongpay Granit |
Saya mulai meragukan kesahihan adagium Cina, “you ci fu si you ci zi,” yang semakna dengan pepatah Indonesia, “buah jatuh tak jauh dari pohonnya,” setelah kenal Fathan Asadudin Sembiring. Wabilkhusus untuk urusan politis. Pasalnya, pemikiran Fathan (khususnya terkait Cina) tampak berbeda dengan ayahnya, Tifatul Sembiring, yang tak lain dan tak bukan adalah mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekaligus mantan Menteri Kominfo Indonesia. Fathan pernah lima tahun lebih kuliah pascasarjana dan bekerja di Cina; sementara bapaknya, beserta partai yang diketuainya, lekat dengan citra anti-Cina. Makanya saya biasa memanggil Fathan dan vice versa dengan sapaan “Bong”, kendati saya tak tahu apakah preferensi politiknya dapat menggolongkannya sebagai “cebong” atau bukan. Pun dengan Fathan yang juga sering manggil saya “Bong”. 62 yang acap membabi buta mengecap mereka yang tidak anti-Cina sebagai “cebong”-padahal belum tentu juga kami-kami ini pro-Jokowi. Fathan sebenarnya berbicara detail sekali, tapi karena keterbatasan ruang, saya terpaksa tidak mentranskripnya di sini.
Nisan Bongpay Granit |
Rancangan Gedung Sate ini berasal dari seorang arsitek Belanda yakni Ir. Dalam perjalanannya, Gedung Sate semula diperuntukkan bagi Departemen Lalulintas dan Pekerjaan Umum. Bahkan Gedung Sate ini sempat akan menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda yang berada di Batavia, saat ini Jakarta. Gedung Sate sejak tahun 1980 dikenal dengan sebutan Kantor Gubernur karena sebagai pusat kegiatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang sebelumnya Pemerintahaan Provinsi Jawa Barat menempati Gedung Kerta Mukti di Jalan Braga Bandung. Gedung ini dikenal masyarakat sebagai Gedung Sate karena, sebab terdapat enam tusuk bulatan menyerupai sate pada puncak menara gedung. Langgam arsitektunya memadukan aliran Moor yang bergaya Spanyol dengan gaya arsitektur Indonesia. Misalnya bagian atap gedung yang dirancang dengan tiga tingkat atau tumpukan piramid dengan jumlah ganjil dengan ukuran semakin ke atas semakin kecil, disebut mirip dengan meru di Bali. Sementara atap gedung terbuat dari sirap. Secara keseluruhan, Gedung Sate memberikan kesan anggun dan berwibawa. Terutama karena letaknya yang sengaja cukup jauh dari jalan raya serta keberadaan pintu gerbang lebar yang memperlihatkan kemegahan bangunan. Keunikan lain dari gedung berusia 100 tahun ini terletak pada fondasi bangunan. Batu fondasi yang digunakan adalah batu bulat bertautan yang dibawa dari daerah Arcamanik dan Manglayang. Fondasi batu di Gedung Sate sengaja dibuat menjadi bulat agar dapat menyesuaikan diri dan tetap stabil saat terjadi gempa bumi.
Di berbagai kota di Indonesia banyak sekali bangunan bersejarah peninggalan masa kolonial. Arsitekturnya tentunya bergaya Eropa tempo dulu atau artdeco. Banyak dari gedung-gedung bersejarah tersebut kini dimanfaatkan menjadi gedung pemerintahan,atau pun museum. Salah satu gedung peninggalan masa kolonial yang akan dibahas kali ini adalah Gedung Sate di Bandung Jawa Barat. Dikutip dari Wikipedia, Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements Bedrijven (GB). Peletakan batu pertama dilakukan pada 27 Juli 1920 oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Wali kota Bandung pada saat itu, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum. Pada masa pembangunannya Gedung Sate melibatkan 2.000 pekerja, 150 orang di antaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan China yang berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa, Kampung Coblong Dago, Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok, yang sebelumnya mereka menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak (Balai Kota Bandung).
Tentang pengakuan Ma’sum dalam klarifikasi berita yang di update media ini, senin (23-07-2018) disanggah oleh Yuda. “kalau dia berdalih tidak ada niat untuk melakukan pagar pondasi pembatas ke tanah itu kenapa dia dilokasi pada saat itu, malah bilang ke saya sudah beli ke Malkan, dan itu legal. Saksi RT, seperti itu bilangnya,” Jelas Yuda. Yuda juga memberikan kata peringatan kepada Ma’sum bahwa tanah itu bukan hak Malkan. “Saya kasih tau juga itu bukan hak Malkan, malah Abah Ma’sum bilang ke saya kayak gini, ayo kita kumpulkan di RT saja biar jelas(red). RT, kita kumpul di kelurahan saja ba,” ungkapnya. Dibeberkannya tentang status tanah tersebut, akhirnya Ma’sum mengiyakan akan kumpul di kelurahan. “Malah Abah Ma’sum akhirnya bilang ke saya, ya sudah kita ke kelurahan tidak apa-apa, hari ini harus selasai (red), Seperti itu bilang ke saya,” beber yuda. Dalam klarifikasi Ma’sum seperti diberitakan oleh media ini, Yuda menyayangkan pemilik Al Azhar telah melintir kata-kata yang bukan fakta dan realita yang terjadi pada saat bertemu dirinya. “ya masak pemangku pondok berbicara tidak sesuai fakta realita pada saat itu, apa takut nama baiknya tercoreng,” imbuhnya. Dalam penjelasan LSM ini juga akan membongkar materi lain yang salama ini menjadi pertanyaan masyarakat, Yuda akan bermusyawarah kepada Ketuanya. Tentang status tanah yang di tempati Al Azhar sekarang ini, kata Yuda masih ada tanda kutip status awal tanah tersebut, dan hal itu hasil informasi dari tokoh-tokoh Kota Mojokerto.
Dalam penjelasan Yuda, pemilik Al Azhar pada hari itu, sabtu (21-07-2018) pagi, mendatangkan matrial juga bersama tukang kuli untuk pondosi tanah bong cina yang mana tanah itu masih hak warga. Sebelumnya, LSM melayangkan surat kepada Pihak Kelurahan Kedundung tentang permasalahan tanah bong cina, dengan prihal ada ketidak adilan dalam rawat merawat ataupun hak tanah bong tersebut. Adanya niat Ma’sum untuk memberi pagar tembok pembatas, Yuda menerima pengaduan warga langsung ke lokasi untuk meluruskan masalah tersebut. “Saya ke lokasi sudah ada Abah Ma’sum dan matrial juga tukang dan kulinya, malah sudah dilakukan persiapan persiapan untuk pekerjaan itu,” jelas Yuda selasa (24-07-2018) malam. Akhirnya pekerjaan pondasi pagar tidak di aplikasikan oleh Ma’sum, karena ditegur oleh Yuda. “Mohon maaf Ba, ini tanah ada yang yang ngerawat, ko sampean mau kasih pagar pondasi,” jelasnya. Masih penjelasan Yuda, dalam teguran Yuda juga menunjukan kopy surat LSM yang mana ditujukan juga kepada kelurahan Kedundung dalam prihal laporan tentang supatar permasalahan tanah bong cina.
Gedung sate Bandung memiliki sejarah yang panjang sampai masa sekarang. Gedung ini berdiri kokoh dari jaman kolonial Belanda. Bagi anda yang tertarik dengan Sejarah Gedung Sate Bandung, mari kita baca kelanjutan dari artikel ini. Gedung Sate, dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara sentralnya, telah lama menjadi penanda atau markah tanah Kota Bandung yang tidak saja dikenal masyarakat di Jawa Barat, namun juga seluruh Indonesia bahkan model bangunan itu dijadikan objek wisata Indonesia pertanda bagi beberapa bangunan dan tanda-tanda objek wisata di Jawa Barat. Misalnya bentuk gedung bagian depan Stasiun Kereta Api Tasikmalaya. Mulai dibangun tahun 1920, gedung berwarna putih ini masih berdiri kokoh namun anggun dan kini berfungsi sebagai gedung pusat pemerintahan Jawa Barat dan juga bisa dijadikan referensi tempat wisata Indonesia. Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Walikota Bandung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P.
APRELLIA DEWI
(WA) 085655553096 – 081235287116
Email : bastamarmer@gmail.com
Jl. Kanigoro NO. 40A Ds. Campurjanggrang Kec. Campurdarat Kab. Tulungagung Jawa Timur